Langsung ke konten utama

Nikah?

This post bakal ga jauh-jauh tentang keadaan hidupku dan pikiranku saat ini.

Kalo dipikir-pikir, cukup aneh sih ketika orang-orang udah ngga lagi kerutin dahi atau motong omongan ketika aku bahas atau bercanda perihal "pernikahan". Dulu pasti ada aja yang bilang "udah sekolah dulu aja. Nanti kalo sekolahnya udah selesai kerja dulu. Seneng-senengin dulu. Baru nikah". Well now semuanya berubah. Orang-orang pada angguk atau siap menyangkal beberapa opiniku tentang pernikahan -baik pesta ataupun kehidupan setelah akad nya-

Mari kita mulai dari persiapannya dulu. Ada hal yang beda banget antara tempat tinggalku saat ini yang bisa dibilang perkotaan dan tempat asalku -desa-. Di kota, nikah itu a big deal, yang harus dipikir dengan matang dan presisi, banyak printilan yang kudu dipikir dan budget ga sedikit tentunya. Kalo kata Gitasav, apapun yang ada embel-embel wedding pasti mahal. Iya juga sih, aku pernah liat paket foto prewed harganya bisa 3-4x lipat dari harga foto grup 30 orang. lah padahal yang dihandle jauh lebih banyak kan. Sedangkan di desa (seenggaknya di tempat asalku) if you say to your parents that you want to marry someone, mereka akan langsung mengusahakannya (dengan catatan you semua udah 'waktunya' nikah buat mereka). Kata bapak sih, "(pesta) nikah itu urusan orang tua, mbak". Dan itu nyata beb. Temen deketku beberapa waktu lalu nikah, dengan pesta yang cukup gede menurutku. Let's say pelaminan mewah dan orkes melayu lengkap dengan panggungnya. Kerjaan dia dan calon suaminya sih cukup buat makan sehari-hari lah.  Yang kerja keras buat nikahannya? Si orangtua tentunya. Kabar-kabarnya mereka jual sawah dan dengan bantuan saudara-saudara dan tetangga. Wow, aku sih bakal lebih memilih uang hasil jual sawah buat ekspansi bisnis, hmm. But that's the truth. Ya ada aja sih yang ga begitu, tapi fenomena ini pun ga sedikit yang mengalami.

Fakta menarik lagi, pesta pernikahan (atau sunatan, pokoknya hajatan lah) dijadiin sebagai alat utang piutang. I think it's a rahasia umum ya. Kalo saudara kamu punya hajatan, kamu bantu di dekor misalnya, terus nanti waktu kamu punya hajatan, kamu berhak buat 'dibantu' dekor juga sama saudara itu. Dan angkanya mengecil juga sampai level temen yang kondangan. Sampe-sampe ada catatan si A ngasih amplop berapa di acara kamu. Nanti 'dibalikin' gitu. Undangan pun gitu, pakdeku nyatetin siapa aja yang udah undang dia. nanti waktu dia punya hajatan, tinggal undang itu nama-nama yang di catatan.

Walaupun itu udah jadi 'budaya', aku rasa itu bikin fenomena  yang ga bagus. Apa itu? momok besar waktu musim hajatan. Sering banget denger orang bilang, "duh undangan lagi" "duh udah waktunya bayar sekolah, ini undangan banyak juga" "duh kok bareng sih hajatannya" dan lain-lain. Dan aku jadi ngeliat orang dateng ke hajatan dengan rasa 'terpaksa' dan ga ikhlas. Belum lagi yang uangnya saking mepetnya akhirnya cari pinjeman sana-sini buat kondangan. Yaah.. yang punya hajatan seneng, yang diundang seret. Aku engga tau apa itu juga dirasain sama yang tinggal di kota. Hal-hal yang kusebut di atas adalah fenomena yang ada di desa.

And that makes me mikir keras. Ga kebayang kan kita punya hajatan seneng bahagia, tapi orang-orang yang kita undang di balik baju bagusnya pada kesusahan atau terpaksa. Jadilah aku sempet memutuskan  gamau acara nikahan nanti terlalu rame dan pake biaya banyak deh. Bahkan akad nikah di masjid sama makan-makan keluarga aja cukup kok buat aku. But my dad obviously say NO, haha. "Bapak itu udah 'tanam modal' dimana-mana, mbak. Kalo ga pake acara ya ga balik itu. Udah gapapa pake acara aja", katanya. well yeah, baik bos.

 Dan aku mulai susun strategi gimana caranya itu acara ga wasting money dan tetep bagus. ga norak. dan ga menyusahkan orang lain. Semoga berhasil. Bergerilya dari sekarang buat menanamkan pikiran-pikiran itu ke para orang tua di keluarga.

Daan.. aku nulis bukan berarti bakal nikah dalam waktu dekat, haha. (ya walaupun ga tau juga sih takdirnya) Masih banyak step yang harus kulalui. Ini cuma salah satu poin dasar yang aku punya dalam memandang sebuah acara pernikahan, dan kebetulan kemarenan ada kasus nyata nya. Semoga siapapun kalian yang akan atau belum kepikiran menikah, dilancarkan jalannya kemana pun itu yaa.. Yang penting itu 'marriage' nya bukan 'wedding' nya. Okurr..

Komentar